Sayang Keluarga Birokrasi di Racun
Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 secara tegas mengamanatkan
agar “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.” Karena perekonomian secara keseluruhan diamanatkan untuk disusun
berdasarkan asas kekeluargaan, maka seluruh lini dan bagian dalam perekonomian
Indonesia seharusnya juga disusun dengan asas tersebut. Artinya, pada tingkat
dunia usaha, asas kekeluargaan seharusnya diamalkan pula oleh seluruh pelaku
usaha di Indonesia.
Pertanyaannya, apakah yang dimaksud dengan asas
kekeluargaan? Menurut Bung Hatta, “Asas kekeluargaan itu ialah koperasi. Asas
kekeluargaan itu adalah istilah dari Taman Siswa untuk menunjukkan bagaimana
guru dan murid-murid yang tinggal padanya hidup sebagai suatu keluarga. Itu
pulalah hendaknya corak koperasi Indonesia,” (Hatta, 1977).
Dalam sistem Pemerintahan pemimpin bisa saja mengambil
kebijakan yang menurut nya itu adalah kebijakan yang menguntungkan orang
banyak. Dalam sistem pemerintah yang baik akan melahirkan pegawai
yang jujur, bertanggungjawab, disiplin dan mempunyai nilai kemauan,
ketauan serta kemampuan.
Sebagaimana yang tercantumkan dalam Undang-Undang
Aparatur Sipil Negara Tahun 2014 untuk mencapai tujuan nasional dalam
alenia ke 4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
di perlukan Aparatur Sipil Negara yang Profesional bebas dari intervensi
politik, bersih dari praktik Korupsi, Kolusi, dan Nipotisme. Serta yang di
sebutkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 “Melindungi Segenap Bangsa
Indonesia dan Seluruh Tumpah Darah Indonesia, Memajukan Kesejahteraan Umum,
Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, Dan Ikut Melaksanakan Ketertiban Dunia Yang
Berdasarkkan Kemerdekaan, Perdamaian Abadi, dan Keadilan Sosial.
Dalam mencapai tujuan di atas pegawai
negeri yang tunduk dan patuh pada aturan yang berlaku bisa diberikan
penghargaan yang bisa menunjang kinerja pegawai dan bisa memotivasi agar banyak
prestasi yang akan di dapatkan.
Sebuah organisasi harus memiliki pengawas
dari pada Pegawai negeri Sipil agar bisa membantu program-program pemerintah
yang di serahkan kepada tenaga kerja pegawai negeri sipil.
Pada saat itu tahun 2014 penulis, sangat
tidak asing di telinga terkait mahasiswa yang melakukan Kuliah Kerja Nyata
dahulu nya di singkat dengan KKN karena dianggap singkatan dari Korupsi,
Kolusi, Nepotisme yang pada akhirnya di ganti dengan singkatan KUKERTA.
Akibat daripada KKN yakni sangat
berpengaruh pada sumber pendanaan, ketimpangan sosial budaya dan apalagi dalam
hal Nepotisme menyebabkan kehilangan dalam hal kewibawaan keadministrasian yang
mengabaikan prosedur yang telah di tetapkan. Dalam kedudukan
pemerintahan Indonesia ingin sekali terlepas daripada yang nama nya Korupsi,
Kolusi, Nepotisme (KKN) akan tetapi mustahil di putus karena sudah menjadi
sebuah budaya yang dilakukan terus menerus dalam arti kata melalui pintu
belakang.
Di
zaman sekarang orang tidak lagi mementingkan kualitas diri akan tetapi lebih
kepada fasilitas yang di peroleh, sedekat mana kita dengan pemimpin maka
semakin dekat pula fasilitas yang akan kita raih.
Belajar
dari sejarah pada masa Usman bin Affan sebagian artikel mengatakan bahwasanya
khalifah Utsman bin Affan melakukan Nepotisme dan hal ini sangat memperburuk
sejarah dalam Islam. Di karenakan kurangnya bacaan dan tidak ingin mencari tahu
lebih jauh terkait kebenaran membuat kita menelan mentah-mentah.
Yusuf al Qardhawi dalam
kitabnya Tarikhuna al Muftara ‘Alaihi yang diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia menjadi Meluruskan Sejarah Islam, mengutip
pendapat Abul A’la al Maududi dalam kitabnya al Khilafah wa Al Mulk menulis
bahwa dalam kekuasaannya, Utsman bin Affan sangat berbeda dengan Umar bin
Khattab, terutama dalam mengangkat keluarga dan kerabatnya untuk menduduki
jabatan-jabatan strategis dalam pemerintahan Utsman.
Utsman memberi
kebebasan kepada kerabat-kerabatnya dan mendahulukan mereka dari pada sahabat
yang lebih senior, baik kaum Muhajirin ataupun Anshar seperti Sa’ad bin abi
Waqqash. Bahkan, sebagian yang diangkat oleh Utsman, termasuk orang-orang yang
dibenci pada saat Rasulullah Saw masih hidup. Akan tetapi pada zaman Utsman lah
mereka mendapatkan kedudukan dan mereka pulalah yang menjadi pemimpin umat
Islam. (https://islami.co/benarkah-utsman-bin-affan-melakukan-nepotisme-saat-menjadi-khalifah/)
Sebuah
startegi yang sangat tepat yakni dengan landasan sebuah momen yang tepat,
sebuah fasilitas akan bisa dengan mudah di raih di samping dengan kedekatan,
ada yang namannya sebuah “moment” yang sangat membantu di mana saat salah
seorang sanak keluarga, kerabat, famili, sepupu mendapatkan peran penting untuk
menuju fasilitas yang di inginkan, hal yang sangat di manfaatkan sebaik mungkin
karena masa moment nya adalah tepat untuk dipergunakan.
Jika
kita mengangkat seseorang dalam sebuah sistem pemerintahan harus sesuai dengan
kecakapan dan apa bila tidak sesuai dengan apa yang di butuhkan maka itu adalah
sebuah Nepotisme yang nyata dan harus di permasalahan, karena di samping
merusak tujuan Nasional yang mana mempergunakan jabatan untuk kemudahan
terhadap keluarga, saudara, famili, kerabat, cucu dan cicit.
Komentar
Posting Komentar
Mari budayawan menulis apa pun itu yang ada dalam fikiran anda maka tulislah, dengan menulis kita bisa banyak yang tau dan menulis itu merupakan alat INTROSPEKSI diri yang ampuh.