Kerja Sama Kaum Nasionalis Islam
Semoga bermanfaat untuk menambah pengetahuan, dengan membaca sejarah
maka kita akan tau bagaimana pergerakan Islam zaman dahulu.
"Kerja Sama Kaum Nasionalis Islam"
Dalam rangka melukiskan kehidupan politik pada zaman pendudukan Jepang, golongan Nasionalis Islam perlu mendapatkan sorotan khusus karena telah memperoleh perhatian istimewa dari pemerintah Pendudukan Jepang.
Golongan ini memperoleh lebih banyak kelonggaran dibandingkan dengan golongan Nasionalis "Sekuler" yang di nilai pada dasarnya anti-Barat karena soal agama sehingga lebih diandalkan oleh Jepang.
Pada tahun 1937, di berikan izin oleh pemerintahan militer berdirinya satu organisasi Islam dari zaman Hindia Belanda yaitu "Majelis Islam A'la Indonesia" (MIAI) yang didirikan oleh K. H. Mas Mansur dan kawan kawan. (Sejarah Nasional Indonesia; Zaman Jepang dan Zaman Republik, hal. 37)
Pada bulan September 1943, dua organisasi Islam yakni Nadhatul Ulama dan Muhammadiyah diizinkan berdiri kembali untuk melakukan kegiatan kegiatan dibidang kerohanian dan sosial. MIAI bagi Jepang masih kurang memuaskan karena menurut seleranya kegiatan - kegiatan terbatas. Pada bulan Oktober 1943,secara resmi MIAI dibubarkan dan diganti dengan organisasi baru yang bernama Majelis Sjuero Moeslimin Indonesia (Masjoemi) yang di sahkan Gunseikan pada 22 November 1943 dengan pimpinan ketua Pengurus Besar K. H. Hasjim Asj'ri, dengan wakil dari Muhammadiyah K. H. Mas Mansur, K. H. Farid Ma'ruf, K. H. Mukti, K. H. Wahid Hasjim, Kartosudarmo, dan dari NU K. H. Nachrowi, Zainul Arifin, dan K. H. Muchtar. (Sejarah Nasional Indonesia;Zaman Jepang dan Zaman Republik, hal. 40)
Jadi, jelaslah bahwa pada zaman Jepang golongan Islam secara relatif lebih leluasa bergerak dari pada zaman hindia Belanda. Banyak hal-hal yang di praktikan oleh Jepang berlawanan dengan prinsip - prinsip agama islam, hal ini menyebabkan sebagian tokoh islam menarik diri dari kerja sama dengan Jepang, bahkan telah pula timbul pemberontakan yang di pimpin golongan ulama seperti yang terjadi di Singaparna, Indramayu, Aceh.
"Kerja Sama Kaum Nasionalis Islam"
Dalam rangka melukiskan kehidupan politik pada zaman pendudukan Jepang, golongan Nasionalis Islam perlu mendapatkan sorotan khusus karena telah memperoleh perhatian istimewa dari pemerintah Pendudukan Jepang.
Golongan ini memperoleh lebih banyak kelonggaran dibandingkan dengan golongan Nasionalis "Sekuler" yang di nilai pada dasarnya anti-Barat karena soal agama sehingga lebih diandalkan oleh Jepang.
Pada tahun 1937, di berikan izin oleh pemerintahan militer berdirinya satu organisasi Islam dari zaman Hindia Belanda yaitu "Majelis Islam A'la Indonesia" (MIAI) yang didirikan oleh K. H. Mas Mansur dan kawan kawan. (Sejarah Nasional Indonesia; Zaman Jepang dan Zaman Republik, hal. 37)
Pada bulan September 1943, dua organisasi Islam yakni Nadhatul Ulama dan Muhammadiyah diizinkan berdiri kembali untuk melakukan kegiatan kegiatan dibidang kerohanian dan sosial. MIAI bagi Jepang masih kurang memuaskan karena menurut seleranya kegiatan - kegiatan terbatas. Pada bulan Oktober 1943,secara resmi MIAI dibubarkan dan diganti dengan organisasi baru yang bernama Majelis Sjuero Moeslimin Indonesia (Masjoemi) yang di sahkan Gunseikan pada 22 November 1943 dengan pimpinan ketua Pengurus Besar K. H. Hasjim Asj'ri, dengan wakil dari Muhammadiyah K. H. Mas Mansur, K. H. Farid Ma'ruf, K. H. Mukti, K. H. Wahid Hasjim, Kartosudarmo, dan dari NU K. H. Nachrowi, Zainul Arifin, dan K. H. Muchtar. (Sejarah Nasional Indonesia;Zaman Jepang dan Zaman Republik, hal. 40)
Jadi, jelaslah bahwa pada zaman Jepang golongan Islam secara relatif lebih leluasa bergerak dari pada zaman hindia Belanda. Banyak hal-hal yang di praktikan oleh Jepang berlawanan dengan prinsip - prinsip agama islam, hal ini menyebabkan sebagian tokoh islam menarik diri dari kerja sama dengan Jepang, bahkan telah pula timbul pemberontakan yang di pimpin golongan ulama seperti yang terjadi di Singaparna, Indramayu, Aceh.
Komentar
Posting Komentar
Mari budayawan menulis apa pun itu yang ada dalam fikiran anda maka tulislah, dengan menulis kita bisa banyak yang tau dan menulis itu merupakan alat INTROSPEKSI diri yang ampuh.