HMI BUKAN RUMAH YANG HANYA DI PENUHI DENGAN KEBODOHAN
Di suatu zaman di negri yang penuh dengan kekayaan berlimpah yang diberikan oleh tuhan, penduduk rakyat setempat berjuang bersama sama melawan para penjajah untuk mempertahankan tanah kelahiran mereka tanpa membedakan yang satu dengan yang lain itulah INDONESIA.
Indonesia
merdeka 1945 setelah banyak darah yang tumpah untuk memerdekakan/membebaskan
negeri ini dari tangan yang hendak merampas kekayaan negeri ini, tak
kala itu banyak orang yang merelakan darahnya untuk penerus mereka yakni
anak cucu mereka agar bisa merasakan kenyamanan dan ketentraman negeri ini, itu
dapat kita rasakan saat ini.
Pada
tahun 1945 Indonesia
menyatakan diri untuk sebuah negara sendiri. Akan
tetapi merdeka saat itu bukan lepas dari
penjajahan, bangsa ini saat itu masih dijajah oleh Jepang
dan Belanda, yang terus
menerus melakukan usaha untuk menguasai negara ini, akan tetapi lagi-lagi
mereka relakan darah mereka untuk kita semua.
Pada
tahun 1947 terbentuk lah suatu gerakan atau sebuah organisasi yang bernama
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) saat itu seorang pemuda yang terbilang muda
masih duduk di tingkat I perkuliahan, dia merupakan seorang mahasiswa STI
(Sekolah Tinggi Islam) yang sekarang dikenal dengan nama UII (Universitas Islam
Indonesia) beliau yang memprakarsai terbentuk organisasi ini, dia dikenal
Lafran Pane.
Adapun
latar belakang pemikiran berdirinya himpunan ini oleh beberapa alasan yang
membuat terbentuk organisasi ini.
"Melihat
dan menyadari bahwa kehidupan manusia saat itu khususnya mahasiswa yang beragam
Islam
yang umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Hal itu
dikarenakan oleh sistem pendidikan dan kondisi masyarakat nya sendiri, dan
organisasi ini mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pemikiran mahasiswa
yang menginginkan inovasi dan pembaharuan dalam segala bidang termasuk
pemahaman lebih jauh tentang agamanya yakni agama Islam.
Organisasi ini juga turut serta mempertahankan Negara Republik Indonesia serta
ikut serta memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat”.
Peristiwa
yang sangat bersejarah bagi HMI yakni pada 14 Rabiul Awal 1366 bertepatan pada
5 Februari 1947, pada saat itu hari rabu di salah satu ruang kuliah STI yang
berada di jalan Setiodinigrat, datang lah seorang pemuda yang bernama Lafran
Pane,
dia mengadakan rapat tanpa undangan di jam kuliah tafsir dengan gagah berani
beliau berkata "Hari ini adalah pembentukan organisasi mahasiswa Islam,
karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau HMI sajalah yang mau di
ajak mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah, biar
dia menentang toh tidak dengan mereka
organisasi ini bisa berdiri dan berjalan". Sebuah ungkapan dengan percaya
diri penuh bahwa HMI adalah solusi satu-satunya. Ada dua tujuan yang saya baca
di sejarah berdirinya HMI, mempertahankan NKRI dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia dan menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.
Dan
ini sangat penting diketahui siap dalang-dalang
dalam pembentukan HMI selain Lafran Pane,
ternyata ada 13 orang lagi yang tidak banyak diketahui kader HMI sendiri.
1.
Lafran Pane (Yogya)
2.
Karnoto Zarkasyi (Ambarawa)
3.
Dahlan Husein (Palembang)
4.
Maisaroh Hilal ( Singapura)
5.
Suwali
6.
Yusdi Ghozali (Semarang)
7.
Mansyur
8.
Siti Zainal ( Palembang)
9.
Hasan Basri
10.
Marwan
11.
Zulkarnan
12.
Tayib Razak
13.
Toha Mashudi ( Malang)
14.
Baidron Hadi (Yogya)
Ini
lah nama-nama mereka yang merupakan tokoh-tokoh pemula /pendiri HMI.
HMI
sendiri tidak terlepas dari nama nya perjalanan roda organisasi atau fase fase
perkembangan HMI dalam perjuangan bangsa Indonesia .
Pada
tahun 1946-1947 itu merupakan fase konsolidasi untuk merancang dan
mempersiapkan pembentukan HMI secara matang, karena penulis yakin pendiri
sangat berkerja keras memikirkan secara matang sematang nya konsep yang akan
ditawarkan dan akan dipresentasikan karena konsep yang dibuat untuk sepanjang
zaman hingga dunia ini berputar.
Pada
5 Februari 1947 - 30
November 1947 itu merupakan fase pengkokohan karena masa 9 bulan ini merupakan
sebuah produk yang ditawarkan kepada konsumen lalu banyak tantangan silih
berganti sebuah reaksi terhadap produk baru ini dan masa itu lah mengokohkan
eksistensi HMI sehingga bisa berdiri tegak dan kokoh.
Pada
tahun 1947-1949 ini merupakan fase perjuangan bersenjata yang di mana HMI turut
serta terjun langsung kemedan pertempuran untuk melawan agresi yang di lakukan
oleh belanda, baik itu membantu memegang senjata bedil maupun bambu runcing,
sebagai staff, penerangan, penghubung. Lalu HMI juga ikut serta menghadapi
pemberontakan di madium 18 September 1948 yakni pemberontakan yang dilakukan
PKI. Saat itu lah ada dendam kesumat yang tersimpan yang sangat menonjol di
hati PKI
pada tahun 1964-1968, menjelang meletusnya G 30 S / PKI.
Pada tahun
1950-1953 ini
merupakan
fase pertumbuhan dan perkembangan karena kembali kepada dwi tugasnya yakni
untuk agama dan bangsa, makanya adanyanya penyerahan kedaulatan rakyat pada 27
Desember 1949, dan mahasiswa mulai muncul dan minat yang kuat untuk
melanjutkan perkuliahan di Yogyakarta.
Dan pada tahun
1964-1965 fase ini merupakan hal yang berat bagi HMI karena fase ini dikenal
dengan fase tantangan, dendam PKI kepada HMI merupakan tantangan tersendiri
pada HMI, setelah mereka berhasil membubarkan masyumi, Gerakan Pemuda Patriotik Indonesia (GPPI) dan
ini PKI merasakan bahwasanya HMI merupakan poros ketiga kekuatan umat Islam,
begitu antusias dan semangat PKI membubarkan HMI, di mulai dari hasutan, Fitnah
propaganda hingga aksi-aksi riil berupa penculikan dan sebagainya. Akan tetapi
usaha yang sia-sia mereka lakukan karena nyatanya sejarah telah membeberkan
dengan jelas siapa kontra revolusi.
Itulah sekilas
sejarah HMI, kenapa saya menuliskan sejarah terlebih dahulu ? karena banyak
jasa yang telah dikontribusikan para pejuangan HMI untuk menumbuh kembangkan
hingga saat ini 72 tahun HMI berdiri dengan kokoh tak tergoyangkan oleh zaman
karena HMI merupakan organisasi diciptakan untuk akhir zaman, penulis terkesan
dengan tulisan dalam buku “Alam Pikiran dan Jejak Perjuangan Prawoto Mangkusasmito”
di Hal. 129,
“Jadilah Umat yang Pandai menghargai Jasa”,
“Suatu umat yang pamdai menghargai jasa dan budi Insyaallah tidak akan
tenggelam dalam kancah perjuangan”.
HMI sudah
berumur 72 tahun banyak kader yang tersebar di Indonesia ini salah satunya di
negeri yang dikenal dengan kekayaan minyak yakni Pekanbaru, yang mana sudah
ribuan kader yang ada di Pekanbaru, penulis juga merupakan salah satu orang
yang dahulunya buta akan organisasi yang namanya HMI saat itu 2016 yang berada
dalam bangku perkuliahan semester 3 diajak oleh seorang wakil gebernur fakultas
hukum kanda Bayu Fahmi Ramadhan yang sekarang beliau adalah seorang ketua Korps
Pengader Cabang (KPC) dengan dalil mengkuti sebuah pelatihan di sebuah wisma
yang teletak di Gedung KNPI Pekanbaru. 28 Oktober
2016, selama 3 hari saya mengikuti pelatihan atau basic training lk I banyak
hal yang baru saya dapatkan di dalam masa itu, saya bingung dengan apa yang
dikatakan seorang pemateri argumentasinya membuat saya pusing tujuh keliling
yang saat itu membahas tentang keislaman banyak keraguan yang sangat mendalam
saya rasakan dan banyak juga ilmu yang dapat saya bawa pulang selepas pelatihan
tersebut.
Sesuatu hal yang
menarik dalam perjuangan kader HMI MPO Pekanbaru, rasa kekeluarga yang saat
dekat bahkan dikatakan berteman lebih dari saudara, kebersaan yang tiada
satunya, keserderhanaan yang sangat-sangat sederhana, banyak kader yang
terlahir dari orang tua yang mampu tapi di dalam HMI tidak ada namanya yang
kaya dan miskin di dalam HMI ini semua sama, hanya beberapa hal yang membedakan
yakni dari tingkatan berHMI atau berproses dan tingkatan keilmuan. HMI di kenal
dengan kumpulan mahasiswa yang mempunyai hobi membaca, usaha, dll. Akan tetapi
yang lebih di kedepankan adalah wawasan atau pengetahuan yang di miliki oleh
seorang kader.
Di usia HMI yang ke 72 tahun ini penulis sedikit refleksi
dengan apa tujuan utama HMI itu ada, ada 2 tujuan HMI itu ada yakni untuk agama
dan bangsa.
HMI merupakan
Himpunan Mahasiswa Islam yang berisikan mahasiswa Islam
akan tetapi hal keislam sangat menurun di kalangan kader sendiri, yang mirisnya
masih banyak kader yang lalai akan solat dan mungkin semua tahu bahwasanya
solat itu wajib dan itu untuk diri sendiri, kalau memang kader ingin
memperbaiki bangsa alangkah baiknya memperbaiki diri terlebih dahulu.
Serta nilai
kualitas seorang kader saat ini sangat menurun yang di utamakan atau yang difokuskan ialah kuantitas, dan kita juga tahu
bahwa di dalam konstitusi di bab III pasal 8 jelas disitu dikatakan, akan
tetapi apa gunanya kita hanya terfokus kepada kuatitas namun kita lupa akan
bagaimana kita menciptakan kualitas seorang kader, dan yang sangat mirisnya
kader yang sudah berhasil bergabung di dalam HMI itu bisa kita tebak sampai
kapan mereka bisa bertahan aktif untuk berhimpun, mereka yang habis mengikuti basic training bagaikan buaya yang di
lepaskan hingga tidak terarah kemana akan mereka bertempat lagi.
Kalau boleh penulis katakan kader saat ini bagaikan seorang anak bayi yang
tiap hari harus di rawat dan di suapi
setiap hari serta
diberikan perhatian khusus, mereka tidak akan mandiri walaupun mereka sudah
mampu melakukan sendiri.(Terlalu Manja)
Kita sebagai
kaum melenial harus belajar dari sebuah permainan game PUBG di mana kita bisa
belajar dari sana,
kita mencari teman untuk bermain bersama dan kita juga saling berkerjasama
untuk sebuah yang namanya “CHIKEN DINNER”. Di mulai saat kita
terjun dari sebuah pesawat hanya baju dan perlengkapan di badan saja yang kita
bawa, toh kita berusaha dengan diri sendiri untuk mencari perlengkapan agar
bisa bertahan hidup untuk melawan para musuh yang menebaki kita dengan senjata.
Kita berusaha mencari dan melengkapi kebutuhan yang kita perlukan untuk
mencapai misi yang akan kita raih.
Kita seharusnya
bisa belajar dari mana saja karena di LK I pun ada yang namanya wawasan sosial
yang mana kita dapat dari penglihatan dan pendengaran serta dengan cara lain
bisa kita dapatkan. Apakah yang membuat kader enggan untuk membaca, padahal
membaca tidak merugikan dan tidak menguntungkan orang lain bahkan itu
menguntungkan bagi diri sendiri.
Penulis
tidak tahu kenapa kita seolah olah terbawa arus perkembangan zaman hingga kita
enggan untuk menjalin dan berkerjasama untuk melakukan sesuatu yang mestinya
dapat kita lakukan, apakah karena ada salah dan yang tidak kita sukai dalam
suatu perkumpulan kita sehingga menghambat untuk kita lakukan yang sebenarnya
bisa kita perbuat, jikalau itu penyebabnya itu hanya merugikan diri kita
sendiri.
Kader HMI cabang
Pekanbaru juga masih banyak yang kurang tertarik dalam melanjutkan pendidikan
di himpunan sebagian yang melanjutkan pendidikan pun terkadang karena tidak
ingin direndahkan dengan pendidikan yang masih LK I. Memang saat ini berhimpun
di HMI tidak ada efek yang signifikan terhadap diri sendiri akan tetapi ini
akan diperlukan pada waktunya. Penulis pernah berbincang dengan seorang pemuda
yang telah menyelesaikan S2 nya akan tetapi terlontar di mulut nya,
“saya
juga nyesal tidak pernah aktif berhimpun di organisasi kemahasiswaan”. Sekarang
timbul pertanyaan, kenapa bisa terlontar ucapan itu ? menurut hemat fikir
penulis pemuda ini merasakan bahwa organisasi merupakan kebutuhan setiap orang
untuk mencari ilmu dan nafkah, karena pemuda ini tidak pernah ikut serta dalam
sebuah perkumpulan maka timbul pohon yang dia tanam tidak membuahkan hasil.
Kader HMI
seharusnya tidak hanya selalu berlindung dan berteduh dengan kemakmuran nama
HMI yang besar, kader HMI seharusnya bisa menciptakan sesesuatu yang menjadi
tradisi dan kebiasaan atau khas kader cabang Pekanbaru, selama ini kita terlalu
menutup diri terhadap masyarakat hingga kita tidak terlalu baik di masyarakat,
kita hanya timbul saat demo saja yang berbondong-bondong seperti kaum yang
ingin keadilan akan tetapi masih ada tertanam dalam diri kita ketidakadilan
terhadap pencipta kita yang belum kita penuhi.
Terakhir penulis
juga ingin menyampaikan bahwasanya kader HMI harus mengubah pola diskusi yang
sering kita lakukan sampai larut malam, kita berasaskan Al-Qur,an dan hadist apakah
kita tidak membaca bahwasanya Allah ciptakan malam untuk kita tidur (QS
Al-Furqan ayat 47) namun kita gunakan waktu malam untuk berdiskusi hingga kita
lewatkan kewajiban kita, penulis berharap tulisan ini bisa menjadi inspiransi
dan motivasi penulis untuk bisa diterapkan karena kalau memang pada hakikatnya
kita berpedoman pada Al-Qur,an.
Komentar
Posting Komentar
Mari budayawan menulis apa pun itu yang ada dalam fikiran anda maka tulislah, dengan menulis kita bisa banyak yang tau dan menulis itu merupakan alat INTROSPEKSI diri yang ampuh.